PERTANGGUNG JAWABAN PERDATA KORPORASI DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS YANG MEMENUHI UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM
PERTANGGUNG
JAWABAN PERDATA
KORPORASI DALAM BENTUK
PERSEROAN TERBATAS YANG MEMENUHI UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Untuk
Memenuhi Tugas Terstruktur II Matakuliah Hukum Perusahaan
Oleh:
Imam
Abdi Yustisi (105010104111049)
Tutus Lakalungkar (105010107111059)
Muhammad Adfan Y. (105010104111050)
Saghara L.F. (105010104111026)
Chandra W. W. P (105010113111020)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2013
BAB
I
LATAR BELAKANG
Dunia Industri memiliki perkembangan yang sangat pesat
diera globalisasi saat ini, dikarenakan negara maju dan berkembang mulai
mengedepankan aspek industri sebagai upaya dalam memajukan pembangunan
perekonomian negara, seperti yang terjadi di Indonesia, pemerintah telah
gencar-gencarnya melakukan pembangunan sarana infrastruktur guna melirik
investor-investor asing dengan tujuan untuk meningkatkan modal bagi perkembangan
korporasi di Indonesia.
Namun dibalik itu semua, perkembangan dunia industri
juga memiliki konsekuensi cukup besar, hal ini terjadi apabila aktivitas
industri berlangsung secara berlebihan, sehingga dapat memicu terjadinya kerusakan
lingkungan hidup disekitar tempat operasional korporasi tersebut, mulai dari pembuangan
limbah industri berupa polusi udara, pencemaran sungai, hingga kerusakan
tatanan ekosistem diakibatkan pemanfaaatan sumber daya alam tanpa memperhatikan
kelangsungan lingkungan disekelilingnya. Apalagi sebagian besar korporasi dalam
sekala menengah hingga skala besar aktivitas usahanya mengeksplorasi Sumber Daya
Alam sehingga apabila korporasi tersebut tidak memperhatikan kondisi lingkungan
disekelilingnya dampak kerusakan yang ditimbulkan akan semakin luas hingga
menyangkut aspek kesejahteraan masyarakat.
Selain itu faktor perencanaan usaha adalah hal yang
terpenting, jika perencanaan yang
dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan usahanya tidak tepat maka konsekuensi
terbesar dapat memunculkan bencana bagi masyarakat disekitar tempat berdirinya korporasi tersebut. Diantaranya
korporasi dalam bentuk Perseroan Terbatas dimana pada dasarnya perseroan
berdiri dengan tujuan untuk mencari keuntungan (Profit Oriented), sehingga
dengan tujuan berdirinya tersebut tak jarang beberapa perseroan banyak yang
terlalu focus pada tujuannya tersebut sehingga melupakan kondisi dan
aspek-aspek kesejahteraan masyarakat dan lingkungan disekelilingnya, seperti
kasus PT. Lapindo Brantas Waskita Jaya, perusahaan tambang gas minyak dan batu bara
bertempat di Sidoarjo, melakukan pengeboran minyak tanpa perencanaan yang
matang, akibatnya terjadi bencana dari semburan lumpur yang dirasakan oleh
masyarakat disekitar tanggul lumpur mulai dari kondisi sosial dan perekonomian
masyarakat, baik itu berupa kerugian materiil maupun imateriil.
Oleh karena itu pada dasarnya bagi pihak-pihak yang merasa
dirugikan oleh aktivitas korporasi, dapat menuntut tanggung jawab kepada
Korporasi, diantaranya berupa wujud dari tuntutan tanggung jawab perdata, yaitu
dapat berupa tuntutan ganti rugi, Oleh karena itu berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan maka makalah ini akan membahas mengenai pertanggung
jawaban korporasi, dengan keterkaitan antara unsur-unsur perbuatan melawan
hukum yang dapat dimintakan tanggung jawab perdata namun dikhususkan korporasi dalam bentuk Perseroan
Terbatas, sehingga makalah ini diberi judul berupa “ Pertanggung jawaban
perdata korporasi dalam bentuk Perseroan Terbatas yang memenuhi unsur-unsur
perbuatan melawan hukum”.
BAB
II
RUMUSAN MASALAH TUJUAN
DAN MANFAAT
A.
Rumusan
Masalah :
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijelaskan maka akan didapat rumusan masalah sebagai
berikut ;
1. Bagaimanakah
pertanggung jawaban perdata korporasi dalam bentuk Perseroan Terbatas yang
memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum?
B.
Tujuan
Penulisan :
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut maka akan diketahui tujuan penulisan makalah ini
sebagaimana berikut :
1. Untuk
menentukan, menganalisis serta mengkaji bagaimanakah pertanggung jawaban
perdata korporasi dalam bentuk Perseroan Terbatas yang memenuhi unsur-unsur
perbuatan melawan hukum.
C.
Manfaaat
Penulisan
1. Bagi
mahasiswa :
Diharapkan
makalah ini dapat berguna sebagai referensi
bagi mahasiswa dan untuk memberikan pengetahuan secara khusus terkait
pertanggung jawaban perdata korporasi
yang memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum
2. Bagi
Masyarakat :
Diharapkan
dapat menambah pengetahuan masyarakat secara umum bahwa korporasi dapat
dimintakan pertanggung jawaban perdata atas kerugian yang telah diderita akibat
aktivitas perseroan yang memenuhi unsur perbuatan melawan hukum
3. Bagi
Korporasi
Diharapkan
agar korporasi lebih bertanggung jawab dalam menjalankan aktivitas indistri
serta lebih mengetahui akan konsekuensi yang diterimanya apabila kegiatan usaha
yang dijalankan memenuhi unsure-unsur perbuatan melawan hukum yang dapat
merugikan masyarakat secara menyeluruh.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Korporasi Sebagai Subjek Hukum
Korporasi
merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana dan
kriminologi untuk menyebutkan apa yang dalam bidang hukum lain, khususnya
bidang hukum perdata sebagai badan hukum, atau dalam bahasa Belanda disebut rechtspersoon atau dalam bahasa Inggris
dengan istilah legal person atau legal body.[1]
Beberapa pakar Ilmu hukum memberikan pendapat mereka masing-masing terkait
definisi dari badan hukum, diantarnya R.
Subekti mengatakan bahwa;
Badan hukum pada
pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan seperti seorang manusia,
serta memiliki kekayaan sendiri dapat digugat atau menggugat didepan hakim,
sedangkan
menurut pendapat Sri Sordewi Machsun
Sofyan, bahwa
manusia
yang merupakan badan pribadi (manusia tunggal). Selain dari manusia tunggal
dapat juga oleh hukum di berikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain
yang disebut badan hukum, yaitu kumpulan dari orang-orang yang secara
bersama-sama mendirikan suatu badan
(Baik perhimpunan orang maupun perkumpulan harta kekayaan) untuk tujuan
tertentu.[2]
Dari
berbagai pendapat yang sudah ada, dapat disimpulkan secara garis besar
pengertian dari badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencakup unsur-unsur
sebagai berikut :[3]
a) Perkumpulan
orang atau perkumpulan modal (organisasi)
b) Dapat
melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling)
dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking)
c) Mempunyai
harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi para pendirinya
d) Mempunyai
pengurus (organ) dan ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas diantara
para pengurus
e) Dapat
digugat atau menggugat didepan pengadilan
f) Mempunyai
hak dan kewajiban
g) Badan
tersebut memiliki kepentingan sendiri dan tujuan tertentu (dalam bidang sosial,
agama, atau ekonomi)
Disamping
unsur-unsur diatas, terdapat pendapat lain menyebutkan bahwa sesuatu dapat
dikatakan sebagai badan hukum apabila memenuhi unsur-unsur atau kriteria
(formil) sebagai berikut :[4]
a) Dinyatakan
secara tegas dalam peraturan atau undang-undang yang mengatur
b) Dinyatakan
secara tegas didalam akta pendiriannya
c) Dalam
prosedur pendiriannya diperlukan campur tangan pemerintah seperti kewajiban
adanya pengesahan dari Mentri Hukum dan HAM
d) Di
dalam praktek kebiasaan diakui sebagai badan hukum
e) Di
tegaskan dalam Yurisprudensi
Didalam KUHPerdata, pasal 1653
menyebutkan ada beberapa jenis-jenis perkumpulan atau badan hukum, antara lain
:[5]
a) Perkumpulan yang diadakan oleh
kekuasaan umum
b) Perkumpulan yang diakui oleh
kekuasaan umum
c) Perkumpulan yang diperkenankan atau
untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau
kesusilaan.
Berdasarkan materinya, Badan hukum dibagi atas berikut ini:[6]
a) Badan
Hukum Publik (Publikrecht), yaitu
badan hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan atau aparatnya dengan
warga Negara yang menyangkut kepentingan umum atau publik, seperti hukum
pidana, hukum tata Negara, hukum tata usaha, hukum internasional. Contoh :
Negara, pemerintah daerah, lembaga-lembaga Negara seperti bank Indonesia
b) Badan
Hukum Privat (Privat recht)
Yaitu
perkumpulan orang yang mengadakan kerjasama dan merupakan satu kesatuan yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetukan oleh hukum. Badan hukum privat selalu bertujuan
mencari keuntungan atau (Profit
Orientation), Seperti Perseroan Terbatas. Namun demikian ada juga yang tidak
sepenuhnya berorientasi keuntungan atau material, seperti yayasan.
Badan
hukum privat (perdata) dapat dibagi atas dua macam, yaitu :
1)
Badan Hukum (Perdata)
Eropa, Seperti perseroan Terbatas, yayasan, lembaga, koperasi (cooperative), Gereja
2)
Badan Hukum Indonesia,
Seperti Gereja Indonesia, Masjid, Wakaf Koperasi Indonesia
Badan hukum sebagai
subyek hukum mempunyai kepentingan (interest)
sendiri sebagaimana ada pada manusia asal tidak melanggar ketentuan dalam
undang-undang, namun dengan perbedaannya segala sesuatu itu hanya yang
diperbolehkan dalam anggaran dasar yang tertuang dalam akta pendirian badan
hukum itu. Kepentingannya dilindungi hukum, dan dilengkapi dengan suatu
tindakan jika kepentingan itu diganggu. Dalam mempertahankan kepentingannya,
badan hukum itu sendiri yang tampil di dalam proses persidangan dengan
diwakilkan oleh pengurus berdasarkan surat kuasa. Pembagian badan hukum (korporasi) yang demikian ini mempunyai
arti penting dalam pertanggungjawaban badan hukum (korporasi) yang
bersangkutan, misalnya pertanggung jawaban korporasi publik berbeda dengan
pertanggung jawaban korporasi privat.
B.
Unsur-unsur
Perbuatan Melawan Hukum bagi Korporasi dalam bentuk Perseroan Terbatas
Perseroan
Terbatas telah memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum sebagaimana telah
diatur dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),
unsure-unsur tersebut adalah sebagai berikut :[7]
a) Memiliki
pengurus atau oraganisasi teratur (RUPS, Direksi, Komisaris)
b) Dapat
melakukan perbuatan hukum (dapat menggugat atau digugat dipengadilan
c) Mempunyai
harta kekayaan sendiri
d) Mempunyai
hak dan kewajiban
e) Memiliki
tujuan sendiri
Sedangkan menurut Pasal 7 ayat (4)
jo. Pasal 9 ayat (1) UUPT, Menyatakan bahwa Perseroan memperoleh status badan
hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Mentri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan.
Sebagai subyek hukum Perseroan Terbatas juga
merupakan penyandang hak dan kewajiban hukum, seperti manusia, oleh karena itu Perseroan
terbatas dapat dimintakan pertanggung jawabannya terhadap pelanggaran hukum
yang dilakukan menyangkut masyarakat. Dalam kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Pasal 1365 menyatakan
"tiap perbuatan melanggar hukum
yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".
Dari
ketentuan pasal tersebut dapat diketahui syarat-syarat untuk menentukan
perbuatan melawan hukum;
1. Harus ada perbuatan melawan hukum,
yaitu tidak hanya perbuatan yang bertentangan dengan UU, tetapi berbuat atau
tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban
orang yang berbuat atau tidak berbuat, bertentangan dengan sifat berhati-hati
sebagaimana patutnya dalam masyarakat.
2. Ada kesalahan.
3. Ada kerugian.
4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan
melawan hukum itu dan kerugian.
Selanjutnya, Pasal 1366 KUHPerdata menegaskan
dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan maka
"setiap
orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hatinya".
Pasal 1367 KUHPerdata mengatur ruang
lingkup dari pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan,
"seorang
tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang
berada di bawah pengawasannya".
seperti
halnya kasus yang terjadi pada lumpur lapindo yang telah menenggelamkan
sejumlah desa, warga masyarakat kehilangan harta benda, jiwa, rumah tinggal,
sawah dan ladang sebagai mata pencaharian, usaha-usaha terpaksa tutup tidak
beroperasi karena lokasi usaha terendam lumpur, yang mengakibatkan hilangnya
pekerjaan dan mata pencaharian. sehingga melanggar hak orang lain untuk hidup
secara normal.
Perbuatan
melawan hukum itu senantiasa melihat pada akibatnya dan bukan melihat pada
penyebabnya. Jadi, perbuatan melawan hukum tidak diperlukan adanya unsur
kesengajaan atau kealpaan, tetapi cukup adanya kesalahan yang dilakukan, agar
pihak yang melakukan kesalahan itu dapat dimintai tanggung jawab secara
perdata. dengan adanya unsur kesalahan atas kegiatan pengeboran yang akhirnya
menimbulkan luapan lumpur sudah cukup untuk membuktikan kesalahan korporasi
tersebut karena telah merugikan hak-hak orang lain.
C.
Tanggung jawab perdata korporasi dalam bentuk ganti rugi
Menurut Pinto , Liability
(tanggung jawab)
menunjukkan
kepada akibat yang timbul dari akibat kegagalan untuk memenuhi standar
tersebut, sedangkan bentuk tanggung jawabnya diwujudkan dalam bentuk ganti rugi
dan pemulihan sebagai akibat dari terjadinya kerusakan dan kerugian.[8] Dalam hukum keperdataan prinsip-prinsip tanggung jawab
dapat dibedakan sebagai berikut :[9]
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan
(Liability based on fault)
Di
Indonesia dberlakukannya prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan atas asas
konkordasi yang dituangkan dalam Pasal
1365 KUH Perdata dikenal dengan istilah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), adapun
unsur-unsur PMH sebagai berikut :
a) Adanya unsur perbuatan melawan hukum dari
tergugat,
seperti yang telah di dijelaskan sebelumnya
b) Perbuatan
itu dapat dipersalahkan kepadanya
c) Adanya kerugian
yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan tersebut.
2. Prinsip Tanggung jawab berdasarkan Praduga (Presumption of Liability)
Prinsip tanggung
jawab yang juga didasarkan atas adanya kesalahan, tetapi dengan menekankan pada
pembalikan beban pembuktian (Shifting of the burden of proof kepada
pihak tergugat). Apabila prinsip ini ditarik pada tanggung jawab korporasi, jika masyarakat
merasa dirugikan oleh suatu perusahaan, baik dari aktivitas korporasi ataupun karena
keberadaanya. Masyarakat bisa langsung menggugat dan pihak perusahaan nantinya yang
membuktikan bahwa kerugian yang dialami masyarakat bukan karena kesalahan pihak
korporasi yang dimaksud.
3.Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict Liability)
Lahirnya tanggung
jawab mutlak ini
“onrechmatige daad” yang mengedepankan
adanya unsur kesalahan dengan kata lain harus ada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dilanggar, dalam fakta empiris tidak semua unsur kesalahan (fault) dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan
sama sekali.[10] Merupakan bentuk pertanggung jawaban perdata yang tidak
memerlukan pembuktian unsur
kesalahan (fault), sebagai unsur utama dalam pertanggung jwaban perdata
dalam hal terjadi fault based (Perbuatan melawan
hukum). Dengan istilah pembuktian kausalitas dimana masyarakat yang merasa
dirugikan tidak perlu membuktikan kesalahan yang dilakukan, namun dibebani
untuk membuktikan kerugian yang dialaminya dikarenakan aktivitas korporasi.
Akibat
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang maka ada kepentingan
orang lain yang merasa dirugikan. Dengan kata lain bahwa pihak yang melakukan
perbuatan melawan hukum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh orang lain tersebut. Hal ini juga berlaku bagi korporasi, dapat
disimpulkan bahwa setiap tindakan pihak yang termasuk perbuatan melawan hukum
yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya, maka secara hukum dapat
dimintai pertanggungjawaban secara perdata dengan mengajukan gugatan ke
pengadilan. Berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak tak perlu diperhatikan
apakah penyebabnya karena disengaja atau karena kelalaian. Tanggung jawab
perdata dan ganti kerugian yang wajib dipikul oleh pihak yang melakukan
perbuatan melawan hukum hanya sebatas kerugian langsung dari perbuatan melawan
hukum yang telah dilakukan dan dirasakan oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Sebagaimana yang kita
ketahui pertanggung jawaban perdata korporasi
yang memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan
di Indonesia diberlakukannya prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan atas
asas konkordasi yang dituangkan dalam Pasal 1365 KUH Perdata dikenal dengan
istilah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) merujuk pada unsur kesalahan dan akibat
yang ditimbulkan oleh korporasi dapat berupa kerugian materiil dan kerugian
imateriil, dengan adanya beberapa prinsip tanggung jawab, diantaranya prinsip
tanggung jawab mutlak (onrechmtige daad) bahwa
untuk “onrechmatige daad”
yang mengedepankan adanya unsur kesalahan dengan kata lain harus ada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang dilanggar, namun dalam fakta empiris tidak
semua unsur kesalahan (fault) dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan
sama sekali.[11]
Dengan istilah pembuktian kausalitas dimana masyarakat
yang merasa dirugikan tidak perlu membuktikan kesalahan yang dilakukan, namun dibebani untuk membuktikan kerugian yang
dialaminya dikarenakan aktivitas korporasi yang telah dilakukan. Merupakan bentuk pertanggung
jawaban perdata yang tidak memerlukan pembuktian unsur
kesalahan (fault), sebagai unsur utama dalam pertanggung jawaban perdata
dalam hal terjadi fault based (Perbuatan melawan hukum).
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyono, S.H.,M.H.,
kejahatan Korporas, Malang: Bayumedia Publshingi, 2003. Hal 2
2.
Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kamus Hukum,(Jakarta,Pradnya
Paramita,1979),hlm 34
3. Mulhadi, Hukum
Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Hukum di Indonesia,Ghalia Indonesia,Bogor,
2010, hlm 73
4.
Erman Rajaguguk, Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum, Jakarta: Mitra
Management Centre, tanpa tahun 2012
5.
Juanda, Hukum Pemerintah Daerah: Pasang surut hubungan
antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung 2004, Alumni Hal 105-106 dikutip dari Bahruddin Salam, Etika Moral : Asas Moral
dalam kehidupan sosial Manusia, Renika Cipta Jakarta 1997
6.
Sentosa, Mas Achmad, Good Governence dan Hukum lingkungan,ICEl,Jakarta,
2001
[1] Setyono, Kejahatan Korporasi,
Malang: Bayumedia Publshingi, 2003. hlm.2
[3] Arus Akbar
Silonde, Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok
Hukum Bisnis, Salemba Empat,
Jakarta, 2013, hlm.10
[4] Mulhadi, Hukum Perusahaan : Bentuk-bentuk Badan
Usaha di Indonesia,Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm.75
[8] Juanda, Hukum
Pemerintah Daerah: Pasang surut hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah,
Bandung 2004, Alumni Hal 105-106 dikutip dari Bahruddin
Salam, Etika Moral : Asas Moral dalam
kehidupan sosial Manusia, Renika Cipta Jakarta 1997, hlm 28 dikutip dari Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility : Prinsip,
Pengaturan dan
Implementasi,Setara press dan
INSPIRE, Malang, 2011 hlm 4
[10] Sentosa, Mas Achmad, Good Governence dan Hukum lingkungan,ICEl,Jakarta, 2001 hlm 301-305 dikutip ibid hlm 8
[11] Sentosa, Mas Achmad, Good Governence dan Hukum lingkungan,ICEl,Jakarta, 2001 hlm 301-305 dikutip ibid hlm 8
Comments
Post a Comment